
JAKARTA, SURYAKEPRI.COM – Dalam dua tahun terakhir, Indonesia dihantam tsunami impor tekstil asal Tiongkok. Akibatnya, kendati ekspor tekstil produk tekstil (TPT) cukup tinggi, tetap saja tergerus.
Tsunami impor tektstil Tiongkok berdampak pada neraca perdagangan Indonesia, apalagi di tengah badai ekonomi global.
Lantaran itu, diperlukan kebijakan pemerintah untuk mengamankan produk unggulan negeri ini.
- BACA: Industri Tekstil Pimpin Klasemen, Makanan Minuman Urutan Kedua
- BACA: Ini Jurus Agus Gumiwang Dongkrak Daya Saing Industri Nasional
- BACA: KPPI Mulai Penyelidikan Kejanggalan Lonjakan Impor Kain
Sehingga Kementerian Keuangan telah menerbitkan tiga Peraturan Menteri Keuangan (PMK) pada 5 November 2019 demi menahan banjir impor tekstil itu.
Ketiga PMK tersebut adalah PMK 161/PMK.010/2019, PMK 162/PMK.010/2019, dan PMK 163/PMK.010/2019. Dan, ketiga PMK itu berlaku 200 hari sejak diundangkan pada tanggal tersebut.
Ihwal turunnya 3 PMK sebenarnya tidak lahir begitu saja. Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia, bahkan juga sudah turun tangan melakukan penyelidikan berkaitan dengan banjir impor tersebut.
“Bahwa sesuai dengan hasil penyelidikan awal Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia terdapat kerugian serius yang dialami industri dalam negeri akibat dari lonjakan jumlah impor produk kain,” demikian isi beleid tersebut.
Dengan tiga aturan tersebut, Kementerian Keuangan telah menetapkan kebijakan Bea Masuk Tindakan Pengamanan Sementara (BMTPS) untuk beberapa jenis barang impor.
“Ketiga aturan tersebut dikeluarkan sebagai bentuk keseriusan pemerintah untuk mengamankan industri dalam negeri serta mendorong penggunaan produk dari pasar domestik,” ujar Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga Ditjen Bea dan Cukai Syarif Hidayat dalam keterangan tertulisnya.
Bentuk Dukungan untuk TPT