Studi baru menemukan bahwa tetesan yang dilontarkan melalui ucapan menyusut antara 20% sampai 34% dari ukuran aslinya setelah dilepaskan ke udara. Itu memperlambat kecepatan mereka jatuh ke tanah, yang berarti aerosol dapat bertahan di udara selama beberapa menit.
Temuan itu muncul ketika negara-negara mulai mencabut kuncian, yang memungkinkan perusahaan untuk membuka kembali dan mengizinkan beberapa pertemuan sosial.
Di sejumlah tempat, kerumunan yang tidak mengindahkan pedoman jarak sosial dikhawatirkan memicu wabah baru.
“Kita tidak membuka kembali [lockdown] berdasarkan ilmu pengetahuan,” kata Dr. Thomas Frieden, mantan direktur Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) kepada The New York Times .
“Kita membuka kembali [lockdown] atas alasan politik, ideologi, dan tekanan publik. Dan saya pikir itu akan berakhir buruk,” imbuh Frieden. (*)
Editor: Eddy Mesakh | Sumber: Business Insider