
SURYAKEPRI.COM, BATAM – Pasca-mewabahnya Covid-19 yang pertama kali terpantau di Wuhan China, para jurnalis di seluruh dunia khususnya di Indonesia tetap konsisten untuk melaporkan dampak bahaya yang ditimbulkan oleh Coronavirus Disease 2019 yang sangat cepat.
Bahkan ketika hampir seluruh negara di dunia dan seluruh daerah di Indonesia ditutup, banyak masyarakat yang masih tidak percaya bahwa virus corona merupakan masalah besar.
- Polres Karimun Amankan 3 Pelansir Solar Subsidi SPBU Poros Pakai Truk, Sudah Beraksi Setahun
- Gubernur Ansar Ahmad Kukuhkan Pengurus dan Majelis Pertimbangan Karang Taruna Kepri 2021-2026
“Saya tidak percaya Covid-19, di daerah saya tak ada yang terkena (menjadi korban,red),” ungkap salah satu warga Pamekasan Madura sebagaimana dilansir BBC News Indonesia pada 17 Juni 2021 lalu.
Beberapa media online juga secara konsisten mendokumentasikan penyebaran virus di seluruh dunia, tetapi memang apatisme masyarakat yang belum percaya 100 persen terjadi karena adanya beberapa paparan berita hoaks yang ditulis oleh orang yang tidak bertanggungjawab.
Virus corona juga telah menjadi berita utama di berita televisi, dan dengan diterapkannya ‘physical distancing’ atau pembatasan jarak manusia secara fisik dan kerap dikenal dengan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
Dimana ini merupakan kebijakan Pemerintah Indonesia sejak awal tahun 2021 untuk menangani pandemi Covid-19.
Namun, sebagian besar masyarakat tidak siap dan tak mendapatkan informasi yang cukup tentang pandemi yang telah diperingatkan para jurnalis selama berbulan-bulan, yang sekarang menimpa kita semua.
Mengapa demikian? Sebagai seseorang yang meneliti hubungan antara jurnalisme dan publik. Saya telah mengamati konsensus yang berkembang seputar: Orang-orang tidak mempercayai apa yang mereka baca dan dengar.