Manusia dan buaya yang tinggal di area yang sama tentu memicu konfrontasi tak diduga, yang dalam beberapa kasus manusia tewas diserang atau dimutilasi oleh hewan liar.
“Sejak tahun 2015, kami tidak pernah mendapatkan nol kasus serangan (buaya di Balabac),” ujar juru bicara dewan pemerintah, Jovic Pabello, dalam pernyataannya.
“Ini menjadi konflik penggunaan air,” imbuh Pabello yang mewakili dewan yang bekerja untuk pelestarian lingkungan di Pulau Palawan, yang menjadi lokasi Balabac.
Buaya air asin yang juga disebut ‘estuarine crocodile’ merupakan salah satu reptil terbesar di dunia. Buaya jenis ini bisa hidup hingga panjang 6 meter dan berat hingga 1 ton.
Sebelumnya pada Februari lalu, seekor buaya menyerang seorang bocah laki-laki berusia 12 tahun saat bocah itu berenang di salah satu sungai di Balabac. Bocah itu berhasil meloloskan diri saat saudara-saudaranya memukul kepala buaya itu dengan dayung.
WNI
Pada Februari tahun 2018, seorang nelayan kepiting di Balabac tewas hingga jasadnya setengah dimakan oleh seekor buaya air tawar.
Seorang warga negara Indonesia (WNI) dilaporkan menghilang di Malaysia. WNI ini menghilang setelah diduga diserang seekor buaya di sebuah sungai setempat.
Seperti dilansir media lokal Malaysia, The Star, operasi pencarian dan penyelamatan tengah dilakukan oleh otoritas Malaysia.
WNI yang menghilang ini disebut bernama Rudy Gessa dan bekerja di sebuah perkebunan di wilayah Lahad Datu. Pria WNI itu dilaporkan menghilang sekitar pukul 16.00 waktu setempat.
Menurut The Star, WNI itu diyakini diserang oleh seekor buaya saat sedang memancing di sungai dekat Perkebunan Ladang Tabin Hap Seng yang ada di Lahad Datu.
Juru bicara Departemen Penyelamat dan Pemadam Kebakaran Sabah menuturkan bahwa satu tim SAR beranggotakan 12 personel telah dikerahkan untuk mencari WNI tersebut. Tim tersebut telah menyusuri sungai sejak Senin (10/6) pagi sekitar pukul 06.00 waktu setempat
“Sejauh ini, tidak ada pertanda soal pria yang hilang tersebut,” kata juru bicara Departemen Pemadam setempat.(dtc)
